Listen to my band's song "Plastik" by Los Hypocritos.

You can also download the song.

Sabtu, 18 Oktober 2014

PARA RAJA



Hari itu adalah hari dimana para pelajar di SMA Gloria datang ke sekolah untuk melihat pengumuman kelulusan. Mungkin, itu adalah hari terakhir Stanley dapat berkumpul dengan teman teman sekolahnya. Semua orang datang ke sekolah dengan tegang karena ingin memastikan nama mereka tercantum sebagai siswa yang lulus atau tidak di majalah dinding sekolah. Ada sebagian yang telah melihat namanya dipastikan lulus. Mereka lompat dengan senangnya, berteriak “Lulus! Lulus!” dengan hebohnya, berpelukan dengan orang orang terdekatnya selama 3 tahun terakhir.

                “Aku lulus!” Stanley berteriak.

                Tak lain dari teman temannya, Stanley pun lulus dari SMA Gloria. Inilah yang seharusnya menjadi saat saat Stanley melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Namun, ia belum terpikir untuk kuliah. Ia ingin meluangkan dahulu waktunya untuk berkarya tanpa ada batas. Terbukti, dirinya langsung bergegas pergi ke tempat dia bersama teman teman bermusiknya berkumpul. Ia langsung memberi tahu teman temannya bahwa sekarang ia sudah independen. Ia berkata bahwa bandnya sekarang dapat berkarya sepuasnya dan mencari panggung sebanyak banyaknya untuk pentas.

                Mimpinya untuk menjadi Rock Star tidak ia dapatkan dengan mulus dan mudah bersama The Brave Kids. Memang itulah proses. Mereka berlatih berpindah pindah dari satu studio ke yang lain. Mereka tak jarang menemukan tempat latihan yang kurang bagus. Ada tempat yang ruangannya sangat panas, alat alat musiknya buruk, sampai yang memiliki sound system yang berbunyi kecil.

                Tapi semua masalah tentang tempat latihannya dapat mereka lupakan dengan mendapatkan banyak panggung untuk unjuk kebolehan bandnya. Setiap bulan, paling sedikit mereka mendapatkan 2 jadwal konser. Tetapi, mereka tidak selalu mendapat memori indah di setiap panggung. Terkadang mereka hanya ditempatkan sebagai penampil yang paling awal sehingga penonton pun belum hadir.

                “Dasar anak anak kecil yang baru kenal musik! Aliran bermusik yang tidak jelas arahnya!”

                Mereka memang sesekali menerima cemoohan. Bahkan, mereka terkadang mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari penggelar acara maupun penyaji alat alat musik dan sound system.

                Tapi semua itu menjadi pelajaran berharga bahkan dapat dijadikan memori yang sangat menarik untuk diceritakan kini. Lambat laun, Stanley menjadi drummer yang cukup terlatih. Segala kesulitannya terbayar dengan keberhasilan yang cukup membahagiakan bagi mereka. Sekarang mereka telah mempunyai 13 lagu yang siap mereka kemas sebagai album. Semua lagunya murni hasil dari curahan pikiran mereka. Sungguh hal yang memuaskan.

                Tibalah hari dimana album perdana mereka yang bertajuk Journey To Victory dirilis. Mereka menggelar acara perayaannya dengan mengundang sejumlah band band seperjuangan mereka. Tak lupa, mereka pun mengundang orang orang terdekat yang selalu mendukung dan mengikuti rekam jejak band mereka. Mereka mementaskan semua lagu mereka dengan mulus dan lancar. Semua orang bertepuk tangan dan memberi ucapan selamat kepada mereka. Sebagai penutup, satu per satu dari mereka mengucapkan pesan, kesan, serta ucapan terima kasih kepada pengunjung acara.

                “Hei, Stanley! Acara yang hebat! Mengagumkan dan kau harus menciptakan acara yang lebih hebat dari ini secepatnya!” Seorang penonton memuji Stanley atas acaranya.

                Stanley menyadari bahwa orang tersebut adalah Jon, teman bermusiknya semasa SMA di band Struggle yang beranggotakan 3 orang yaitu mereka bersama Bobby. Malam itu, Bobby tidak datang karena kabarnya, Bobby meneruskan studinya di luar kota. Bobby hanya menitipkan ungkapan rasa bangganya terhadap Stanley atas pencapaian bandnya. Mereka pun bercanda tawa, memuji satu sama lain atas karya karya mereka. Sampai pada akhir pembicaraan, Jon bermaksud untuk bergabung dengan The Brave Kids.

                “Bukankah kau termasuk dalam band Vivo?” Stanley menanggapi permintaan Jon yang ingin daftar menjadi pemetik gitar The Brave Kids.

                Jon tetap bersikeras masuk ke band Stanley. Tetapi, Stanley tetap saja menolak Jon karena dari awal The Brave Kids dibentuk, mereka berjanji agar tidak meninggalkan dan mengeluarkan siapapun dari band tersebut. Jon pulang dengan kecewa meskipun Stanley telah membicarakan hal tersebut secara baik.

                Setibanya di rumah, Jon membuat sebuah rencana yang lain. Ia bergegas ke tempat berkumpulnya anak anak band Vivo. Ia menginginkan bandnya agar tampil satu acara dengan The Brave Kids. Mereka sepakat mendaftarkan nama bandnya agar tercantum dalam susunan acara tersebut.

                Malam pentas pun tiba. Vivo bermain terlebih dahulu dari The Brave Kids. Vivo bermain dengan sentuhan sentuhan bermusik yang sangat rapih dan teratur. Penonton bersorak memberi pujian dan bertepuk tangan. Setelah Vivo turun panggung, acara pun berhenti sejenak untuk istirahat dan menjadi waktu dimana para panitia mengevaluasi berjalannya acara sejauh ini. Ketika waktu istirahat selesai, band yang para penonton tunggu tunggu akhirnya naik panggung. Mereka berkumpul dengan padat untuk menyaksikan band yang pemukul drumnya adalah Stanley, The Brave Kids. Mereka menampilkan 5 lagu dari album yang baru baru ini dirilis. Penonton pun menikmati, menari, dan bernyanyi bersama. Ketika hendak menyanyikan lagi terakhir, aliran listrik mati. Seisi ruangan berteriak kaget karena gelapnya ruangan konser. Tak lama, ruangan kembali terang. Aliran listrik kembali berjalan tetapi The Brave Kids yang pada saat itu masih berada di atas panggung, menemukan sound system mati dan terlihat ada percikan api api kecil dari kabelnya. Kemudian, sound system terbakar.

                “Pria pria yang sedang di atas panggung itu memiliki beberapa gram narkoba di dalam tas mereka yang berada di samping panggung!” Terdengar teriakan dari seseorang yang berdiri di dekat gerbang masuk. Orang itu tidak dikenali karena ia langsung pergi.

                Pihak keamanan dan polisi yang berada di tempat itu pun menggeledah tas yang dimaksud. Ternyata benar adanya. Di tas tersebut tersimpan ganja dan sabu. Mendengar itu, personil personil The Brave Kids lari sekencang kencangnya dengan berpencar. Stanley berpisah dengan 2 personil lain, Dune dan Jim. Ia berlari bersama 1 personil lainnya, Zach.

                “Stanley! Hati hati di depanmu!” Zach berlari lebih lambat dari Stanley sehingga ia berada di belakang Stanley. Ia melihat di depan Stanley ada jurang. Lalu, terjatuhlah Stanley. Zach meninggalkan Stanley dengan belok arah karena melihat polisi semakin dekat dengannya.

Dune, Jim, dan Zach akhirnya bertemu di suatu tempat yang sepi dan sepertinya para polisi tidak berhasil menemukannya. Zach memberi tahu bahwa Stanley jatuh ke jurang yang lumayan dalam dan licin. Mereka kembali lagi ke tempat jatuhnya Stanley untuk mencarinya. Namun, hasilnya nihil. Stanley telah hilang.

                “Kaki kanan Stanley mungkin terkena benda tajam. Keadaannya parah, infeksinya tak tertolong. Butuh diamputasi.” Seorang dokter berkata.

                Stanley kini berada di Rumah Sakit Inferno. Ia ditemukan dan dibawa ke rumah sakit oleh Bobby. Saat Stanley sadarkan diri, ia menangis melihat kaki kanannya.

                “Bobby? Apakah itu kau? Mengapa kau ada disini?” Stanley memanggil seorang pria yang menunggunya di ruangan rumah sakit itu.

                “Aku hadir di acara semalam. Aku tahu kronologi kejadiannya selengkapnya. Aku menemukan kau di jurang. Lalu, aku bawa kau kesini. Dokter bilang kaki kananmu terpaksa harus diamputasi. Aku menyesal untuk mengatakan ini.” Bobby berkata.

                Keesokan harinya, Stanley terbangun kembali dari tidurnya. Ia melihat telah banyak teman temannya mengelilinginya. Ia melihat kaki kanannya telah tiada. Kini kaki kanannya hanya tersisa hingga lutut saja. Hancurlah hati juga harapannya untuk menjadi drummer handal. Satu hal yang ia tetap syukuri yaitu nyawanya belum hilang.

                “Ada yang kurang disini. Dimana Jon?” Stanley bertanya.

                “Waktu itu aku bilang bahwa aku tahu secara detil kronologi kejadian pada malam itu. Aku mendengar bahwa 2 teman terbaikku di masa SMA akan berada di satu panggung. Aku menyempatkan untuk berkunjung ke acara tersebut. Lalu, aku pun terkejut atas semua yang terjadi. Aku melaporkan Jon kepada pihak berwajib untuk menangkapnya atas perbuatannya. Ia yang mematikan dan menyalakan kembali aliran listrik di tempatmu konser. Ia yang membuat sound system terbakar dan ia yang menaruh sejumlah ganja dan sabu di tas tasmu.” Bobby, jelas.

                “Bawa aku ke tempat dimana Jon dibui!” Stanley memaksa.

                Mereka berangkat ke penjara dimana Jon mendekam. Setibanya disana, Jon terlihat sangat berbeda. Ia terlihat lemas, kurus, berkantung mata, wajahnya menghitam bagai orang tak terurus hidupnya.

                “Stanley! Aku ingin meminta maaf atas semua yang terjadi. Aku menyesal. Tak seharusnya kau yang aku perlakukan seperti itu. Aku memang sangat bodoh, egois, tak memikirkan sesama.” Jon langsung berlutut kepada Stanley yang pada saat itu duduk di kursi roda dan terlihat kakinya hanya satu.

                “Bangunlah, Jon! Kau tidak perlu seperti itu. Aku telah memaafkanmu karena aku mengerti apa yang ada dipikiranmu saat itu. Berdirilah, angkat kepalamu, tegakkan badanmu! Kau musisi yang sangat hebat bahkan lebih hebat dari teman teman gitaris yang lain. Kau berpotensi tinggi menjadi bintang di bidang musik kelak karena kau berkarya atas nama hati.” Stanley berkata kepada Jon.

                “Tapi, mengapa kau tak membalas dendammu kepadaku? Aku memang sangat biadab, Stanley. Aku bahkan telah menghilangkan modal yang sangat berharga untukmu menjadi seorang drummer.” Jon menangis.

                “Lupakan saja. Gagal untuk bermusik bukan berarti gagal untuk bekerja di bidang musik, bukan?” Stanley tetap besar hati.

                Setelah Jon bebas dari bui, Mereka semua memulai kehidupan bermusik dari awal dan bersama sama berkarya tanpa batas dengan membentuk band baru bernama Kings. Mereka berjalan dari nol sampai akhirnya sekarang mereka sedang menjalani Tur Dunia. Bobby keluar dari kuliahnya dan memutuskan untuk bermusik saja. Jon bermain gitar dan bernyanyi, Bobby bermain bass, Zach bermain gitar juga, dan pemukul drumnya mereka ambil dari band Vivo  yaitu Mike. Stanley bekerja di belakang layar. Ya, Ia menjadi produser Kings.


Cerpen "Para Raja" karya
ILHAM HABIBIE
kelas: XI MIA 3
2 0 1 4 

Senin, 18 Agustus 2014

CITA CITA

Saya mempunyai impian yaitu ketika di masa depan nanti saya memiliki pekerjaan yang tidak hanya dapat menyenangkan hati orang tua saya tetapi hati saya juga. Maka dari itu, saya ingin bekerja di bidang yang memang menyenangkan untuk saya, yaitu musik. Entah itu saya menjadi musisi ataupun hanya memfasilitasi para musisi.

Jadi, saya ingin berkarya di bidang musik sebagai sarana curahan hati dan pikiran saya. Orang - orang dari berbagai kalangan akan mendengarkan dan menikmati hasil karya saya. Dan saya akan bersyukur sekali jika dapat sampai menginspirasi mereka untuk bermusik juga. Dalam arti, mereka mulai bermusik karena menikmati karya yang saya buat. Mereka akan menjadikan saya sebagai panutan bermusik. Mereka juga akan menampilkan kembali karya saya sebagai bentuk apresiasi mereka.

Tetapi, jika seandainya semua itu tidak tercapai, saya akan tetap berusaha di bidang musik. Dengan cara saya bekerja terlebih dahulu di bidang lain untuk menabung sebagai modal saya berwirausaha.

Saya akan memfasilitasi para musisi berbakat untuk berkarya. Saya akan membangun studio musik sebagai tempat mereka berlatih ataupun belajar musik. Kemudian, saya juga ingin membangun studio rekaman untuk mereka berkarya. Dan yang terakhir, saya akan membangun suatu gedung yang isinya hanya satu panggung untuk mereka menampilkan karya mereka.

Jika semua itu benar benar dapat tercapai, saya rasa saya telah mendapatkan kebahagiaan yang besar. Saya akan sangat bersyukur karena Allah telah memberikan anugrah berupa pekerjaan yang sangat saya sukai dan menyenangkan untuk dijalani. Dengan kata lain, pekerjaan saya adalah hobi yang dibayar.